assalamualaikum photo: assalamualaikum 42.gif

Jumat, 22 Maret 2013

Robekan Jalan Lahir


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
1.2    Rumusan Masalah
“Bagaimana penatalaksanaan dalam menangani perlukaan jalan lahir”
1.3  Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari kami mempelajari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang perlukaan jalan lahir.
1.3.2  Tujuan khusus
1.                Mengetahui pengertian dari perlukaan jalan lahir
2.                Mengetahui etiologi perlukaan jalan lahir
3.                Mengetahui patofisiologi perlukaan jalan lahir
4.                Mengetahui tanda dan gejala perlukaan jalan lahir
5.                Mengetahui penatalaksanaan medis perlukaan jalan lahir
1.4                            Manfaat
Manfaat dari mempelajari kasus ini adalah :
1.4.1                                     Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mempeerluas khasanah ilmu yang lebih luas terutama dalam menangani pasien dengan kasus perlukaan jalan lahir.
1.4.2                                     Bagi tenaga kesehatan
diharapkan agar dapat mengerti tentang perlukaan jalan lahir.



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
2.1.1                  Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).

Robekan  perinium, dibagi atas 4tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum
a.       Etiologi
1.      Secara umum
a.     Kepala janin terlalu cepat lahir
b.     Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c.     Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d.    Pada persalinan dengan distosia bahu
2.      Faktor maternal
a.     Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
b.     Pasien tidak mampu berenti mengejan
c.    Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan
d.    Edema dan kerapuhan pada perineum
e.     Perluasan perineum
3.      Faktor janin
a.     Bayi yang besar
b.     Posisi kepala bayi yang normal
c.     Kelahiran bokong
d.    Ekstraksi forsep yang sukar
e.     Distosia bahu
(Ilmu kebidanan, patologi & fis. Persalinan : 451-452)
b.      Patofisiologi

        Perineum kaku                                                Kesalahan      memimpin
Kepala janin terlalu cepat lahir                               Persalinan
 



                                Regangan Perineum
Robekan Perineum



                        Tingkat I        Tingkat II             Tingkat III               Tingkat VI
Pada selaput         Pada selaput            Robekan sampai       Robekan
Lendir vagina          lendir vagina          dengan otot               sampai dengan
(tanpa mengenal      otot perinea            sfingter ani                otot sfingter
Kulit perineum)       trans versalis                                             ani + mukosa
Penanganan
Ø  Persiapan alat
-            Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit
-            Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
-            Anastesi : lidokain 1%
Ø  Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur lampu kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
Ø  Persiapan petugas
             Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain
Perawatan pasca persalinan
·           Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal :
-         Ampicilin 500 mg/oral
-         DHN metronidazol 500 mg/oral
·           Observasi tanda-tanda infeksi
·           Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
·           Berikan pelembut keses selama 1 mg/oral

Teknik menjahit robekan perineum
A.    Tingkat I          
Dapat di lakukan hanya menggunakan cutgut yang di jahitkan secara jelujur (continous sutare) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)
B.  Tingkat II          
Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata aalh brgerigi maka pinggir yang bergerigi harus di rapikan lebih dulu
- Pinggir robekan kanan, kiri masing-masing di klem kemudian di gunting dan di lakukan penjahitan
- Mula-mula otot din jahit catgut, selaput lendir vagina di jahit dengan catgut secara terputus atau jelujur
- Penjahitan selaput lendir vagina di mulai dari puncak robekan
- Terakhir kulit perineum di jahit dengan benang sutera secara terputus
C. Tingkat III
Dinding depan rektum yang robek di jahit dulu
- Fasia perifektal dan fasia septm rekto vaginal di jahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali
- Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah di klem dengan klemplen lurus kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
- Robekan dijahit lapis demi lapisseperti menjahit robekan perineum tingkat II
2.2          Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster  kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.
a.              Etiologi
          Robekan servix dapat terjadi pada :
1.      Partus presipitatus
2.      Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum ekstraktor)
3.      Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena pembukaan servix belum lengkap
4.      Partus lama
b.              Diagnosa robekan cervix
                           Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan inspekulo.
c.              Komplikasi
1.       perdarahan
2.       syok
3.       inkompetensi servix atau infertilitas sekunder
d.             Penanganan menjahit robekan servix
1.       Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan klem sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
2.       Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar
3.       Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir tersebut diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
4.       Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan
5.       Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis. Ini dilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di bawah jahitan

2.3  Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
a.    Faktor predisposisi
1.    Multiparitas atau grandemulti
2.    Pemakaian oksitosin persalinan yang tidak tepat
3.    Kelainan letak dan implantasi plasenta
4.    Kelainan bentuk uterus
5.    Hidramnion
b.    Gejala ruptur uteri
1.    Sewaktu konsentrasi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang mengiris di perut bagian bawah
2.    SBR nyeri sekali kalau di palpasi
3.    HIS berhenti
4.    Ada perdarahan pervagina, walaupun biasanya tidakbanyak
5.    Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam rongga perut
6.    Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang telah mengecil
7.    Pada toucher ternyata bagian depan mudah di tolak ke atas malahan kadang-kadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga perut
8.    Biasanya pasien jatuh dalam shock
9.    Kalau ruptura sudah lama terjadi maka seluruh perut nyei dan gembung
10.                        Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnosa kalau gejala-gejala kurang jelas
c.    Etiologi
1.    Parut uterus (SC, Miometrium, reaksi kornua, abortus sebelumnya)
2.    Trauma
·                     Kelahiran operatif (versi, ekstraksi bokong, forsep)
·                     Perangsangan oksitosin yang berlebihan
·                     Kecelakaan mobil
3.    Ruptura spontan uterus yang tidak berpaut (kontraksi uterus persisten pada kasus obstruksi pelvis)
·                     Disproporsi chepalo pelvic
·                     Malperentasi janin
·                     Anomali janin (hidrosefalus)
·                     Multiparitas tanpa penyebab lain
·                     Lelomioma uteri
4.    Faktor-faktor lain
·                     Placenta akreta atau perkreta
·                     Kehamilan kornua
·                     Penyakit trofoblasik invasif
d.    Diagnosa banding ruptur uteri
1.       Solusio placenta
2.       Placenta previa
3.       Ruptura uteri
e.     Klasifikasi ruptura uteri
1.                   Menurut waktu terjadinya
a.                    Ruptura uteri gravidarum
Terjadinya sewaktu hamil dan berlokasi pada korpus
b.                   Ruptura uteri durate partum
Terjadinya waktu melahirkan anak dan berlokasi pada SBR.
2.                   Menurut lokasinya
a.        Korpus uteri
Terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami dan operasi (SC) yang kolporal atau miomektomi
b.       SBR
Terjadi pada partus yang sulit dan lama yatu tambah merenggang dan tipis dan akhirnya ruptur uteri.
c.        Servix uteri
Terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan ekstraksi pada pembukaan lengkap.
d.       Kolpoporeksis – kolporeksi
Robekan diantara servix dan vagina.
3.                   Menurut robeknya peritoneum
a.               Kompleta
Robekan pada dinding uterus – peritoneum (parametrium) sehingga terdapat hubungan antara rongga perut dan uterus.
b.               Inkompleta
Robekan pada otot rahim tapi peritonium tidak ikut robek.
4.                   Menurut etiologinya
a.        Ruptura uteri spontan
-                       Karena dinding rahim yang lemak atau cacat
Misal : Bekas SC, miomektomi, perforasi saat kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta manual
-                       Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
Misal : Panggul sempit, kelainan bentuk panggul, janin besar, DM, hidrops feralis, post maturitas, dan grandemulti.
b.       Ruptura violenta (traumatika)
Karena : Estraksi forsep, versi dan ekstraksi, embriotomi, versi braxton hicks, sindrom tolakah, manual placenta, kuretase, espresi kristeller atau crede.
5.                   Menurut gejala klinis
a.                    Ruptura iminens (membakat, mengancam)
b.                   Ruptura uteri (sebenarnya)
f.     Profilaksis Ruptura Uteri
1.                CPD
·      Anjurkan bersalin di rumah sakit
2.                Malposisi kepala
·      Coba lakukan preposisi
·      Pikirkan SC primer saat inpartu
3.                Mal presentasi
·      Letak lintang / presentasi bahu / letak bokong / presentasi rangkap
4.                Hidrosefalus
5.                Rigid cervik
6.                Tetania uteri
7.                Tumor jalan lahir
8.                Bekas SC
·       Anjurkan persalinan di rumah sakit
·       Jika kepala cukup turun lakukan ekstraksi forceps
9.                Uterus cacat, karena miomektomi, manual uri, anjurkan bersalin di rumah sakit
10.            Ruptura uteri
·       Rujuk
g.    Penanganan Ruptura Uteri
1.    Mengatasi syok
2.    Perbaiki KU penderita dengan pemberian infus dan sebagaimana
3.    Kardiotonika, antibiotika dan sebagainya
4.    Jika sudah mulai membaik lakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi
· Histerektomi (total dan subtotal)
· Histerorafia (tepi luka di eksidir → dijahit)
· Konservatif (dengan temporade dan antibiotaka yang cukup







 
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang dilakukan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan / permasalahan khususnya dalam bidang persalinan dan nifas.

3.1 Pengumpulan data yang dibutuhkan
3.1.1 Data subyektif.
1. Identitas.
2. Alasan kunjungan saat ini / keluhan utama
Keluhan yang dirasakan apabila terjadi rupture uteri adalah Ibu merasakan gelisah, pernafasan dan nadi menjadi cepat, nyeri perut bagian bawah, perdarahan yang terjadi pada sebagian mengalir ke rongga perut dan sebagian keluar pervaginam.
3. Riwayat kebidanan
3.1 Riwayat menstruasi
3.2 Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
4. Riwayat kesehatan
5. Riwayat psikososial
6. Pola kehidupan sehari-hari
3.1.2 Data objektif
   1. Pemeriksaan umum
   2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ibu dengan robekan jalan lahir yaitu pada conjungtiva. Jika conjungtiva anemis maka dimungkinkan karena kurangnya darah yang diakibatkan oleh banyaknya luka pada jalan lahir. Pemeriksaan fisik lebih di fokuskan pada vulva, dilihat berapa derajat robekan lukanya.
   3. Pemeriksaan khusus
   4. Pemeriksaan penunjang


3.2 Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi         diagnosa/masalah
Pada langkah ini dilakukan identifikasi diagnosa / masalah berdasarkan  interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

3.3          Mengidentifikasi diagnosa / masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial / masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini menimbulkan antisipasi bila dimungkinkan dilakukan pencegahan.

3.4          Menetapkan kebutuhan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan dikonsultasikan  atau ditanda tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien.

3.5          Menyusun asuhan yang menyeluruh
Dalam rangka ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan menejemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi & diantisipasi.

3.6          Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.

3.7          Evaluasi
Keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa & masalah.







DAFTAR PUSTAKA

FK UNPAD, 1981, Obstetri Patologi, Bandung.
Mochtar, rustam, 1998, Patologi dan Fisiologi Persalinan, Yayasan Essensia Medica,
Yogyakarta.
Pearce, Evelyn, 2002, Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 2002, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 2002, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Syaifuddin, 1997, Kedaruratan Obsetri dan Ginekologi, ECG, Jakarta.

 
iv
 

 




BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian
A      Data subyektif
Anamnesa tanggal : 21 Juni 2007                                        Jam : 13.00 Wib
1.     
Nama suami    : Tn “I”
Umur               : 25 tahun
Pendidikan      : SMA
Pekerjaan         : Swasta
Agama             : Islam
Suku / bangsa  : Jawa / indonesia
 
Nama klien      : Ny “S”
Umur               : 21 tahun
Pendidikan      : SMA
Pekerjaan         : -
Agama             : Islam
Suku / bangsa  : Jawa / Indonesia
Alamat rumah : Cermen lerek
 
Identitas







2.      Keluhan utama
Ibu mengatakan bahwa ia merasakan nyeri pada luka perineum setelah proses melahirkan.
3.     
Menarche        : 12 tahun
Disminorhea    : tidak
HPHT              : 18 – 09 – 2006
TP                    : 25 – 06 – 2007
 
Siklus menstruasi        : 30 hari
Lama                           : 7 hari
Warna                          : merah
Bau                              : anyir
 
Riwayat menstruasi





4.      Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No
Hamil ke
Suami ke
UK
Jenis persalinan
Penolong
Penyulit
BB / TB
Jenis kelamin
H/M
Meneteki
Riwayat KB
1
1
1
9 bln
Spt
Bidan
-
2800gr/45cm
H
Ya
-

5.      Riwayat kehamilan ini
Ibu mengatakan bahwa ia selalu memeriksakan kehamilannya ke Pustu slempit sebanyak 10x, imunisasi TT sebanyak 2x.

6.      Riwayat persalinan ini
Ibu mengatakan bahwa ia melahirkan seorang bayi perempuan pada jam 07.00 Wib, spontan ditolong oleh bidan dengan berat 2800 gram
7.      Pola kebiasaan
a.       Pola nutrisi
Sebelum MKB         : Ibu mengatakan bahwa ia makan 3x/hari dengan porsi sedang yang terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur-sayuran, minum air putih ± 7-8 gelas/hari, kadang –kadang makan buah.
Selama MKB           : Ibu mengatakan bahwa ia makan 3x/hari dengan porsi sedang, yang terdiri dari nasi, lauk, dan sayur,minum air putih 7-8 gelas/hari.
b.      Pola eliminasi
Sebelum MKB         : Ibu mengatakan bahwa ia BAK : 6-7x/hari, lancar, yidak ada nyeri, dan BAB 1x/hari, lembek, teretur.
Selama MKB           : Ibu mengatakan bahwa ia BAB : 2x/hari, memancar, agak nyeri dan BAB belum.
c.       Pola aktifitas
Sebelum MKB            : Ibu mengatakan bahwa ia melakukan pekerjaan rumah tangga yang sifatnya ringan.
Selama MKB              : Ibu mengatakan bahwa ia masih terbaring dan bangun apabila akan ke kamar mandi.
d.      Pola istirahat / tidur
Sebelum MKB            : Ibu mengatakan bahwa ia 1 jam/hari dan tidur malam 5-6 jam/hari
Selama MKB              : Ibu mengatakan bahwa ia tidak tidur siang dan tidur malam sering terbangun.
e.       Latar belakang sosial budaya
Ibu mengatakan bahwa ia tidak ada pantangan makanan apapun.




8.      Riwayat kesehatan
a.       Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit (hepatitis, TBC) dan penyakit menurun (asma, DM, hipertensi)
b.      Riwayat penyakit yang pernah diderita / sedang diderita
Ibu mengatakan bahwa ia tidak pernah dan tidak menderita penyakit menurun dan menular.
B       Data obyektif
1.      Pemeriksaan umum
·         Kesadaran    : Composmetis
·         KU               : Baik
·         TTV              : TD     :130/90 mmHg                        Nadi    : 84 x/mnt
   Suhu : 365o C                                    RR       : 20 x/mnt
·         Jumlah perdarahan   : ± 250 cc
2.      Pemeriksaan fisik
·         Rambut        : hitam, bersih, tidak ada ketombe
·         Mata             : - Sclera          : tidak icterus
  - Conjungtiva            : merah muda
·         Muka            : tidak ada chloasma gravidarum
·         Leher            :
- Struma                                           : tidak ada
- Pembesaran kelenjar thyroid          : tidak ada
- Pembesaran vena jugularis : tidak ada
·         Payudara      :
- Bentuk                   : simetris
- Areola                    : hiperpigmentasi
- Putting susu           : menonjol
- Keluaran                : colostrum
·         Perut             :
- striae          : albican                                   Kontraksi :baik
- linea           : alba                                        Konsistesi : keras
- TFU           : 2 jari bawah pusat
·         Vulva           :
- warna         : kemerahan
- varises        : tidak ada
- odema        : tidak ada
·         Perineum      :
- luka bekas episiotomi         : ada
·         Extremitas atas / bawah
- varises        : -/-
- odema        : -/-
·         Anus             : Haemoroid    : ada

Diagnosa
Tgl / Jam
Diagnosa
Interpretasi Data
21-06-07 / 13.15
DX : P10001 6 jam post partum fisiologis dengan ruptur perineum.







Masalah : Nyeri luka perineum
DS : Ibu mengatakan bahwa ia merasakan nyeri pada luka perineum setelah proses melahirkan.
DO :-  Kesadaran : Composmetis
        - KU           : Baik
        - TTV         : TD  :130/90 mmHg                             Nadi : 84 x/mnt
                             Suhu : 365o C                                       RR    : 20 x/mnt
         - Perineum          :
          luka bekas episiotomi    : ada
DS : Ibu mengatakan bahwa ia merasakan nyeri pada luka perineum setelah proses melahirkan
DO : Ekspresi wajah kelihatan menyeringai.

Identifikasi Masalah Potensial
Terjadi infeksi

Identifikasi Kebutuhan Potensial
·         Rawat luka perineum
·         Berikan  antibiotik.

Intervensi
Tanggal             : 21 Juni 2007                                      Jam      : 13.30 Wib
Tujuan                :  Setelah di lakukan asuhan kebidanan selama 1x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria              : 1. KU ibu baik tanpa komplikasi
                                TTV : TD               : 110/70 mmHg – 120/80 mmHg
                                           Suhu            : 360 – 370  C
                                           RR               : 16 – 24 x/mnt
                                           Nadi                        : 72 – 100 x/mnt
                            2. Ekspresi wajah tidak sakit, klien tidak mengeluh sakit dan   dapat melakukan aktifitas sendiri
                           3. Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tgl / jam
Diagnosa
Intervensi
Rasional
21-06-07 /13.25
Ny “S” P10001 6 jam post partum fisiologis dengan ruptur perineum.





























Masalah nyeri luka perineum
1.    Lakukan pendekatan terapeutik pada klien

2.    Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
3.    Berikan HE tentang :

-          Personal hygiene
-          Nutrisi
-          Perawatan luka
-          Perawatan payudara
-          Mobilisasi dini

-          Istirahat
-          Tanda bahaya nifas
-          Tanda bahaya BBL
4.    Berikan antibiotik dan analgesik

5.    Observasi TTV


6.    Observasi TFU, kontraksi, kandung kemih, dan perdarahan
7.    Observasi luka jahitan

8.    Anjurkan ibu untuk kantrol ulang 1 minggu lagi / sewaktu-waktu bila ada keluhan

1.    Lakukan pendekatan terapeutik pada ibu




2.    Beritahukan nyeri akan hilang jika luka telah sembuh

3.    Berikan dukungan psikologis dan moril pada ibu
1.      Diharapkan dapat terjalin kerjasama yang baik antara petugas dank lien
2.      Diharapkan klien lebih kooperatif terhadap pemeriksaan selanjutnya
3.      Diharapkan ibu mengerti tentang :
-          Menjaga kebersihan
-          Terpenuhi nutrisinya
-          Terhindar dari infeksi
-          Memperlancar ASI
-          Mempercepat proses invousi
-          Memulihkan stamina ibu
-          Ibu lebih waspada
-          Deteksi dini
4.      Diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri dan terhindar dari infeksi
5.      Diharapkan dapat memantau perkembangan ibu
6.      Deteksi dini adanya komplikasi

7.      Memantau perkembangan luka
8.      Diharapkan dapat mengetahui perkembangan kedaaan ibu

1.      Dengan dilakukan pendekatan teraprutik diharapkan terjalin kerjasama yang baik antara ibu dengan petugas kesehatan
2.      Dengan memberi pengertian kepada ibu diharapkan ibu dapat lebih tenang
3.      Dengan memberikan dukungan moril dan psikologis pada ibu diharapkan ibu lebih tenang

Implementasi
Tanggal/Jam
Diagnosa
Implementasi
21-06-07/ 13.45 WIB
Ny “S” P10001 6 jam post partum fisiologis dengan ruptur perineum.


















Masalah nyeri luka perineum
1.Melakukan pendekatan terapeutik pada klien
2.Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
3.Memberikan HE tentang :
a.       Personal hygiene
b.      Nutrisi
c.       Perawatan luka
d.      Perawatan payudara
e.       Mobilisasi dini
f.       Istirahat
g.      Tanda bahaya nifas
h.      Tanda bahaya BBL
4.Memberikan antibiotik dan analgesik
5.Melakukan observasi TTV
6.Melakukan observasi TFU, kontraksi, kandung kemih, dan perdarahan
7.Melakukan observasi luka jahitan
8.Menganjurkan ibu untuk kantrol ulang 1 minggu lagi / sewaktu-waktu bila ada keluhan

1.      Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu
2.      Memberitahukan nyeri akan hilang jika luka telah sembuh
3.      Memberikan dukungan psikologis dan moril pada ibu





Evaluasi
Tanggal  :22-06-07                                           Jam     : 07.00
S             : Ibu mengatakan masih merasakan nyeri pada luka jahitannya
O            : TTV   : TD     : 110/70 mmHg                       S          : 367 0C
                              N      : 80 x/mnt                                RR       : 18 x/mnt
                 TFU   : 2 jari bawah pusat
                 Kontraksi uterus        : keras
                 Perdarahaan              : 150 cc
A                        : P10001 1 hari post partum fisiologis dengan ruptur perineum.
P             : - Rencana dilanjutkan
- Menganjurkan pada ibu untuk control ulang 1 mgg lagi / sewaktu –waktu bila ada keluhan





BAB VI
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
   Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu penyebab dari perdarahan post partum. Robekan pada jalan lahir sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah multiparitas, CPD, partus presipitatus, partus lama, dan lain-lain.
      Dengan penatalaksanaan yang tepat dari penolong diharapkan bisa mengurangi terjadinya perdarahan yang bisa mengakibtkan kematian pada ibu.

4.2. Saran
1.      Bagi  Bidan
Bidan lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapt meminimalkan terjadinya robekan jalan lahir.
2.      Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengerti dan memahami isi dari masalah ini bagi masyarakat umum.
3.      Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan masyarakat mengerti akan pentingnya gizi.
4.      Bagi Penulis
Penulis dapat lebih mendalami tentang penyebab kematian maternal karena perdarahan yang disebabkan oleh robekan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar