assalamualaikum photo: assalamualaikum 42.gif

Jumat, 22 Maret 2013

Asuhan Kebidanan Retensio Plasenta


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Indonesia di lingkungan ASEAN, merupakan Negara dengan angka kematian dan perinatal tertinggi (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998). Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 2001, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, Retensio placenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pasca persalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Dan Retensio plasenta merupakan salah satu masalah yang masih menjadi penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum. Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut, adalah penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat difokuskan pada tiga pesan kunci making pregnancy safer yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegah kehamilan yang tidak diiginkan dan penanganan komplikasi keguguran (Djoko Waspodo, 2007)
1.2  Tujuan
1.2.1     Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa kebidanan memahami dan mampu dalam melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada klien dengan Retensio Plasenta.
1.2.2      Tujuan Khusus
              Diharapkan mahasiswa dapat:
1.2.2.1     Melakukan pengkajian pada klien dengan Retensio Plasenta.
1.2.2.2     Melakukan identifikasi masalah dan diagnosa Retensio Plasenta.
1.2.2.3     Menentukan dan melakukan antisipasi masalah potensial pada Retensio Plasenta.
1.2.2.4     Melakukan identifikasi kebutuhan segera.
1.2.2.5     Menentukan rencana asuhan kebidanan disertai rasional.
1.2.2.6     Melaksanakan intervensi yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan klien dengan Retensio Plasenta.
1.2.2.7     Mengevaluasi keefektifan dari asuhan kebidanan yang telah diberikan.






BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1  Konsep Retensio Plasenta
2.1.1 Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. (Sarwono P, 2002).
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hinga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir. (Abdul Bari Syaifudin, 2007).
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantsi, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta menimbulkan perdarahan. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010).

2.1.2        Jenis Retensio Plasenta
2.1.2.1  Plasenta adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.1.2.2  Plasenta akreta  
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
2.1.2.3  Plasenta inkreta  
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
2.1.2.4  Plasenta perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

2.1.2.5  Plasenta inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.
(Abdul Bari Syaifudin, 2007).

2.1.3        Penyebab / Etiologi
Menurut Sarwono P. (Ilmu Bedah Kebidanan, 2002) retensio plasenta disebabkan :
1.  Sebab fungsional 
     His yang  kurang  kuat  atau  plasenta  sulit lepas karena tempat  melekatnya kurang menguntungkan seperti di sudut tuba atau karena bentuknya luar biasa seperti plasenta membranosea. 
2.  Ukuran plasenta sangat kecil.
Menurut Sarwono P (2007) retensio plasenta disebabkan :
1.   Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, namun jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1)      Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta adhesiva).
2)      Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
2.      Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga diperlukan tindakan manual plasenta.

            
           
2.1.5 Gambaran klinis
2.1.5.1 Waktu hamil
1.   Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal.
2.   Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa.
3.   Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan.
4.   Kadang terjadi ruptur uteri.
2.1.5.2 Persalinan kala I dan II.
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal.

2.1.5.3  Persalinan kala III
1.   Retensio plasenta menjadi ciri utama.
2.   Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
3.   Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta.
4.   Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta.


2.1.6        Tanda Dan Gejala 
2.1.6.1 Separasi / Akreta Parsial 
1. Konsistensi uterus kenyal. 
2.  TFU setinggi pusat. 
3.  Bentuk uterus discoid. 
4.  Perdarahan sedang – banyak. 
5.  Tali pusat terjulur sebagian.
6.  Ostium uteri terbuka.
7.  Separasi plasenta lepas sebagian.
8.  Syok sering.
2.1.6.2 Plasenta Inkarserata 
1.   Konsistensi uterus keras.
2.   TFU 2 jari bawah pusat.
3.   Bentuk uterus globular.
4.   Perdarahan sedang.
5.   Tali pusat terjulur.
6.   Ostium uteri terbuka. 
7.   Separasi plasenta sudah lepas.  
8.   Syok jarang.
2.1.6.3 Plasenta Akreta 
1.   Konsistensi uterus cukup.
2.   TFU setinggi pusat.
3.   Bentuk uterus discoid. 
4.   Perdarahan sedikit / tidak ada. 
5.   Tali pusat tidak terjulur.
6.   Ostium uteri terbuka.
7.   Separasi plasenta melekat seluruhnya.
8.   Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Sarwono Prawirohardjo, 2002) 

2.1.7        Komplikasi 
1.  Perdarahan 
2.  Infeksi karena sebagai benda mati 
3.  Dapat terjadi plasenta inkarserata 
4.  Terjadi polip palsenta 
5.  Terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma 
6.  Syok neurogenik 
(Ida Bagus Gde Manuaba, 2010) 

2.1.8        Penataksanaan

(Ida Bagus Gde Manuaba, 2010)
2.1.8.1        Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial (Adhesive)
1.   Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil .
2.   Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkomntrol tali pusat.
3.   Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.
4.   Bila troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
5.   Lakukan tranfusi darah bila diperlukan
6.   Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin Iv/oral + metronidazol supositorial/oral )
7.   Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

2.1.8.2        Plasenta Inkarserata
1.   Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2.   Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan melahirkan plasenta.
3.   Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin 20 IV dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengantisipasi ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
4.   Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedotif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
2.1.8.3 Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.

(Abdul Bari Saifudin dkk, 2007)
)

2.1.8.4 Plasenta Manual  
Menurut buku Ida Bagus Gde Manuaba 2010, plasenta manual adalah tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Penatalaksanaan plasenta manual
1.      Persetujuan Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
2.      Persiapan
1)   Peralatan sarung tangan steril.
2)   Desinfektan untuk genetalia eksterna.
3.      Teknik
1)   Sebaiknya dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.
2)   Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obstetric sampai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat.
3)   Tepi plasenta dilepaskan dengan bagian ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
4)   Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama dengan plasenta.
5)   Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisaplasenta atau membrannya.
6)   Kontraksi uterusbditimbulkan dengan member uterotonika.
7)   Perdarahan observasi.
Komplikasi tindakan plasenta manual
1.      Terjadi perforasi uterus.
2.      Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteri terdorong ke dalam rongga rahim.
3.      Terjadi perdarahan karena atania uteri.
4.      Syok.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan memberikan uteratonika intravena atau intramuskuler.

2.2 Konsep Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Solusio Plasenta
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Data Subyektif
             Identitas
1. Nama Klien
Nama klien, ibu dan ayah perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada kesamaan dengan klien lain (Kristina Ibrahim, 1984)
2. Umur
Digunakan untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak. Wanita hamil umumnya tidak boleh kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
3. Agama
Untuk memudahkan dalam memberikan nasehat spiritual sesuai dengan kepercayaan yang dianut.
4. Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien, sehingga dalam memberikan asuhan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.
5. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal klien, sehingga memudahkan petugas kesehatan dalam melakukan kunjungan rumah.
Anamnesa
Pada tanggal            :
Pukul            :
1.   Keluhan Utama
     Plasenta belum lahir  1 jam setelah bayi lahir.
2.   Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Dikaitkan dengan hal-hal berikut:
1)      Desidua yang melapisi jaringan cicatrix bekas sectio caesar kurang memadai.
2)      Pada wanita yang pernah mengalami plasenta previa, pengembangan desidua pada segmen bawah rahim relatif jelek.
3)      Desidua pada cornu uterina biasanya hipoplastik.
4)      Pada banyak wanita dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan Kecukupan desidua secara progresif.
5)      Bekas curetage atau pengeluaran plasenta secara manual merupakan indikasi bahwa perlekatan plasenta yang abnormal.

3.   Riwayat penyakit keluarga
     Riwayat yang dialami keluarga, baik menular maupun penyakit yang menurun (genetíc).
4.   Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
     Untuk mengetahui masalah atau gangguan kesehatan yang timbul sewaktu hamil, melahirkan dan nifas yang mungkin dapat  terjadi lagi pada kehamilan, kelahiran dan nifas saat ini.
2.2.1.2  Data Obyektif
1.      Keadaan Umum
Kesadaran : Pada kasus retensio plasenta umumnya lemah.
2.      Tanda-tanda vital
Tanda vital dapat normal  sampai menunjukkan tanda syok. (Arif Mansjoer, 2001)
1)      Tekanan darah: Umumnya pada kasus retensio plasenta tekanan
    darah menurun.
2)      Nadi                : Umumnya pada kasus retensio plasenta denyut
     nadinya meningkat terutama bila terajadi
     perdarahan.
3)      Suhu                : Umumnya pada kasus retensio plasenta suhu
                          tubuh pasien meningkat.      






3.      Pemeriksaan Fisik
Mata
Umumnya conjungtiva pucat tanda anemis pada kasus dengan perdarahan
Hidung
Penafasan spontan, ada tidaknya PCH
Abdomen
Ada/ tidak luka bekas  operasi, hiperpigmentasi pada perut, terdapat striae lividae/ tidak,  TFU setinggi/ di bawah pusat, kandung kemih teraba kosong/ penuh, teraba lembek atau keras.
Telinga
Pendengaran baik, bersih, tidak ada serumen
Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada ada pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat bendungan vena jugularis

   Genetalia
Vulva ada/ tidak odem/ varises, tali pusat terlihat diluar vagina, jumlah perdarahan yang keluar.


   Ekstremitas
      Atas
     Bawah     

Ada atau  tidak oedem
Ada/ tidak oedem, ada/ tidak varises, akral dingin


2.2.1.3  Pemeriksaan penunjang
Hb                     Normal : 13-18 gr %
Hematokrit       Normal :  35 – 47
Lekosit              Normal  : 4000-11.000



2.2.2  Interpretasi data
Diagnosis didasarkan plasenta yang tidak belum lahir setengah jam setelah janin lahir. (Sarwono P, 2007)
Diagnosa              :     P…. dengan retensio plasenta…

2.2.3     Identifikasi Masalah Potensial
·         Anemia berat
·         Infeksi
·         Syok

2.2.4     Ident.ifikasi Kebutuhan Segera
Kolaborasi dengan dokter dalam pelaksanaan plasenta manual dan rujukan.
2.2.5     Rencana Tindakan/ Intervensi
Merencanakan tindakan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan langkah kegiatan dari management terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi.
Diagnosa        : P……dengan Retensio Plasenta
Tujuan            : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 15 menit
                         diharapkan  
Plasenta dapat dilahirkan secara lengkap dan tidak terjadi perdarahan post partum
 Kriteria hasil               :
·         Keadaan umum baik
·         Kontraksi uterus baik
·         TTV normal
·         TFU sesuai
·         Plasenta dapat lahir dengan kotiledon dan selaput lengkap


2.2.5.1  Penatalaksanaan di BPM (Bidan Praktik Mandiri)
1.      Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri atau tredelenburg.
      Rasional: Miring ke kiri agar tidak menekan vena cava inferior dan posisi tredelenburg mencegah terjadinya komplikasi syok akibat kurangnya aliran darah balik ke otak.
2.      Beri cairan infuse dekstrosa 5 % dan Ringer Laktat melalui intravena.
      Rasional: Mencegah terjadinya syok hipovolemik akibat kehilangan cairan plasma atau darah.
3.      Pantau tanda-tanda vital.
      Rasional: Tanda-tanda vital mencerminkan keadaan pasien.
4.      Berikan oksigen ( jika ibu mengalami sesak )
      Rasional: Memperbaiki suplai oksigen dalam tubuh
5.      Lakukan manual plasenta sesuai prosedur bila dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta setelah menunggu ½ jam.
      Rasional: Sebagai usaha mengurangi jumlah perdarahan.
6.      Siapkan pasien dan keluarga untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memadai.
      Rasional: Agar pasien mendapat penanganan yang tepat dari tenaga kesehatan yang berwenang (dokter SpOG).
7.      Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang sifat kedaruratan, terapi, termasuk juga kemungkinan operasi seksion sesarea, tranfusi darah dan resusitasi neonatus.
      Rasional: Menyiapkan pasien dan keluarga dari segala aspek yakni psiko, materil dan sebagainya.
         2.2.5.2 Penatalaksanaan Bidan sebagai Tim Medis di Rumah Sakit
1.            Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
Rasional: Dengan pengetahuan adekuat ibu dan keluarga dapat kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2.            Berikan inform consent pada ibu /keluarga.
Rasional:  Persetujuan dan bukti terhadap tindakan medis yang dilakukan.
3.            Lakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
Rasional:  Deteksi dini kelainan, Tekanan systole < 90 mmhg dan Nadi > 110 merupakan tanda dari syok.
4.            Lakukan observasi involusi uteri dan perdarahan.
Rasional:  Deteksi dini adanya subinvolusi.
5.             Observasi intake dan output.
Rasional: Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.
6.            Kolaborasi dengan dokter dalam pelaksanaan plasenta manual dan pemberian antibiotic.
Rasional:  Fungsi interdependent dalam melahirkan plasenta dan mencegah infeksi


2.2.6       Pelaksanaan/ Implementasi
           Implementasi harus dilakukan segera sesuai intervensi yang telah tersistematis.

2.2.7     Evaluasi
        Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam dignosa/masalah dengan mengamati perubahan yang terjadi pada ibu setelah dilakukannya asuhan, dan memperbaiki asuhan yang kurang memuaskan.


DAFTAR PUSTAKA

Alhamsyah. 2007. Retensio Plasenta. http:/ www. alhamsyah. com/ 2007/ 01/ 04/ referat-retensio-plasenta
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri Fisiologis dan Patologis, Jilid 1 edisi II, Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002.  Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2002. Buku Panduan Praktis  Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan  Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2007. Buku Acuan Nasional  Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Yayasan  Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar